BANNER

banner kecil

Kamis, 16 Februari 2012

ESENSI ZUHUD

Sangu mati dudu emas dudu pari # Sangu mati yaiku syahadat Sirri
Guru nuntun kesugihan dunya akhirat # Yen gelema pada buka neng syahadat
“bekal mati bukan emas bukan pula padi, bekal mati adalah Syahadat Sirri.  Guru menuntun kaya di dunia dan di akhirat, jika mau hendaklah buka syahadat”
Demikianlah dua syair yang seringkali kita dengar. Syair yang amat sederhana namun mempunyai makna yang luar biasa. Esensi syair tersebut adalah untuk mengingatkan kepada kita bahwa kematian merupakan proses yang pasti akan kita jalani. Baik dalam waktu dekat maupun lama. Keharusan kita adalah mempersiapakan proses yang pasti akan kita jalani tersebut. Persiapan tersebut tidaklah seperti kita mempersiapkan acara perpisahan atau acara yang lain. Persiapan yang kita butuhkan adalah persiapan kita akan perjalanan yang lebih lama dari pada kehidupan dunia. Allah SWT berfirman:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (al-Baqarah: 197)
Ayat tersebut pada dasarnya adalah untuk menggambarkan orang Yaman yang naik haji namun tidak membawa bekal. Sehingga Allah menyindir dengan ayat tersebut dengan tujuan supaya mempunyai bekal yang cukup dan tidak berbuat hina seperti meminta-minta. Namun Imam Ar-Razi dalam Tafsirnya berpendapat bahwa ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia hidup bagaikan dalam perjalanan. Perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia haruslah mempunyai bekal yaitu makan, minum, kendaraan dan harta. Sedangkan perjalalan dari dunia juga harus mempunyai bekal yaitu ma’rifah Allah (mengetahui eksistensi Allah), Mahabbah Allah (cinta Allah) dan berpaling dari selain Allah. Inilah yang dimaksud sebagai bekal yang paling baik dari bekal yang pertama. Bukti bahwa bekal di akhirat lebih baik dari pada bekal di akhirat adalah sebagai berikut:
1. Bekal di dunia menyelamatkan kita dari mara bahaya yang semu, sedangkan bekal akhirat menyalamatkan kita dari mara bahaya yang pasti
2. Bekal di dunia menyelamatkan kita dari adzab yang sementara, sedangkan bekal akhirat menyelamatkan kita dari adzab selamanya.
3. Bekal dunia akan mendatangkan kenikmatan yang bercampur pedih, sakit dan bahaya, sedangkan bekal akhirat mendatangkan kita memperoleh kenikmatan yang langgeng dan bersih dari kotoran dan bahaya serta tidak akan hilang dan musnah.
4. Bekal dunia setiap saat hanya pada siang dan mata hari terbenam, sedangkan bekal akhirat menyampaikan kita ke akhirat yang setiap saat akan bertemu, dekat dan sampai.
5. Bekal dunia akan mendatangkan syahwat dan nafsu, sedangkan bekal akhirat akan mendatangkan kemuliaan dan kesucian.
Dengan demikian maka dapat kita simpulkan bahwa bekal yang tebaik adalah taqwa. Coba kita tengok ayat tersebut, sepertinya Allah berfirman: “kita dapat dipastikan bahwa bekal yang terbaik adalah takwa maka bertakwalah wahai orang yang mempunyai akal. (Mafatih al-Ghaib, Imam ar-Razi, Maktabah Syamilah: juz 3 hlm. 185-186)
Penulis mendapatkan cerita dari K. Zainal Abidin Kanci, beliau mendengar Abah Umar berkata: “Ana bebek neng kedung ngoyok mati” (ada bebek hidup di empang mati). Artinya, bebek yang mata pencahariannya di empang saja bisa mati. Dalam kesempatan lain beliau berkata: “Pitik dicangcang neng timpeng mati kaliren” (Ayam diikat di lumbung padi mati kelaparan). Peribahasa inilah yang harusnya kita fahami bahwa dunia itu bukan tujuan utama.
Abah Isma’il bin Umar berkata: “Wong golati dunya goblok temen, iwak neng jero banyu golati banyu” (orang mencari dunia sungguh bodoh, seperti ikan yang di dalam air mencari air”.
Demikian para pembaca yang budiman, bahwa guru kita telah mengajarkan bagaimana memaknai eksistensi zuhud pada dunia. Yang berarti tidak membenci dunia tetapi tidak perlu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dunia. Sebagai penutup saya mengingatkan pembaca dengan sebuah hadits:
احرث لدنياك كأنك تعيش أبدا، واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا
“tanamlah untuk duniamu seperti engkau akan hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seperti engkau akan mati esok hari”
(Kanz al-Ammal, Syaikh Ali bin Husamuddin al-Mutqi, juz 5 hlm. 581)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar