Kemaksuman dan wahyu bagi Guru
Mursyid
Kemaksuman adalah
kualitas batin akibat pengendalian diri yang memancar dari sumber keyakinan, ketakwaan
dan wawasan yang luas. Sifat batin yang sangat kuat ini begitu efektif sehingga
mampu menghalangi manusia untuk melakukan semua jenis dosa atau pemberontakan,
baik besar maupun kecil, baik tersembunyi maupun terbuka.
Maka dapat kita
katakana bahwa factor-faktor yang mengarahkan kepada pengingkaran dan dosa
tidak memiliki efek pada orang seperti itu, sehingga maksum disini lebih
menekankan bahwa ia memiliki kebebasan untuk memilih dan berbuat, tapi ia
dicegah untuk mendekati wilayah dosa oleh kesadaran dari sifat agungnya dan
hadirnya Allah secara terus menerus.
Umumnya melakukan
dosa adalah akibat dari tidak mengetahui buruknya perbuatan tersebut dan
konsekuensinya, atau orang sadar akan buruknya, dan keyakinannya memperingatkan
dan menasehati akan bahayanya perbuatan itu, namun ia terus ditopang oleh
keinginannya (nafsu/angan) sampai kehilangan semua diri, sehingga jatuh dalam
perbuatan dosa. Sehingga diperlukannya perhatian terhadap konsekuensi dari
perbuatan seseorang, meningkatkan ketakwaan, dan pemahaman secara sempurna
tentang kepatuhan terhadap hukum Allah, maka akan menciptakan kemaksuman
tertentu dalam diri manusia, setelah itu tidak lagi dibutuhkan sarana
pengendalian dan control diri.
Orang-orang akan
tunduk secara total terhadap tuntunan-tuntunan guru mursyid mereka dan sepakat
menerima perintahnya ketika mereka menganggap semua perintah itu sebagai
perintah dari Allah, tanpa ada rasa ragu sedikitpun dalam persoalan ini. Jika
seseorang tidak benar-benar terjaga dari dosa, apakah kata-katanya dapat
ditaati dengan penuh dedikasi?
Dampak kemaksuman
adalah seperti itu, sehingga ia melindungi manusia dari tipuan dunia ini dan
memungkinkan dia untuk tabah menghadapi semua bentuk gangguan.
Kemaksuman ini
tidak bisa hanya dibatasi pada periode yang didalamnya sudah benar-benar jadi
mursyid, namun dalam hidupnya, termasuk periode sebelum menjabat mursyid,
hatinya harus bebas dari semua kegelapan dan kepribadiannya terbebas dari dosa.
Disamping kenyataannya perbuatan dosa menyebabkan hilangnya martabat manusia,
orang-orang selalu menganggap berlanjutnya dosa dan penyelewengan yang telah
mereka ketahui dia lakukan dimasa silam, sekalipun hanya yang kecil-kecil saja.
Tuduhan ini pada gilirannya akan merampas kemursyidan seseorang, karena ia
tidak lagi dianggap sebagai tauladan ketakwaan dan kesucian. Karena kenangan
pahit tentang kehidupan yang sebagiannya dihabiskan dalam dosa tidak akan
pernah bisa dihapus.
Sehingga syarat
pertama dan utama untuk jabatan mursyid adalah kesucian batin, ketakwaan yang
mendalam, dijaga oleh Allah dari melakukan dosa (Maksum/mahfudz), dan memiliki
hati yang sangat baik sebelum dan sesudah terpilih untuk menjabat sebagai
mursyid, serta ia merupakan keturunan dari Nabi saw.
Karena seungguhnya
Allah telah menguraikan ayat kesucian dan karakter khas mereka sebagai berikut;
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ
أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang
dahuludan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul
bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Qs. Al Ahzab; 33)
Kebenaran
dan kemaksuman mursyid termanifestasi dalam ucapan, perbuatan, dan pemikiran
karena pengetahuan mereka sebagai akibat dari wahyu atau ilham.
Wahyu/ilham
ini tidak akan berhenti hanya dalam fase kenabian saja, namun tetap berlanjut
kedalam fase setelahnya (fase kemursyidan).
وخبر لاوحي بعدى باطل. ومااشتهر أن جبريل عليه السلام
لاينـزل إلى الأرض بعد موت النبي صلى الله عليه وسلم فهو لاأصل له (الفتاوى
الحديثية ص 129)
“dan berita tentang tidak ada wahyu
setelahku (setelah nabi Muhammad) adalah salah, dan berita yang masyhur bahwa
sesungguhnya Jibril tidak turun kebumi setelah wafatnya Nabi saw. adalah tidak
ada dasar hukumnya” (Fatawil Hadisiyah).
Dari kutipan kitab
tersebut menjelaskan akan adanya wahyu setelah kenabian Muhammad saw. Karena
pada dasarnya wahyu adalah ilham atau petunjuk Allah kepada hambanya yang
istimewa. Seperti halnya wahyu atau ilham yang disampaikan Allah sebagai
berikut;
والوحي بمعناه اللغوى يتناول الإلهام الفطرى
للإنسان كالوحي إلى أم موسى (وأوحينا إلى أم موسى أن أرضعيه, القصص 7) التفسير وعلومه
ص 5_
“dan Wahyu menurut arti bahasa adalah mendapatkan
ilham yang lembut bagi manusia seperti halnya wahyu kepada ibunya Nabi Musa
(dan aku wahyukan kepada ummi Musa; susuilah dia (musa)”.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa wahyu/ilham bukan hanya terbatas kepada para nabi saja
melainkan kepada orang-orang yang diistimewakan oleh Allah bisa terjadi
khususnya kepada Guru Mursyid, karena ia ditugaskan oleh Allah untuk membimbing
ummat dengan berdasarkan pada petunjuk Al-quran. Dari keterangan tersebut kita
juga dapat memetakan bahwa term wahyu dikhususkan untuk para Nabi, sedangkan
term Ilham dikonotasikan untuk para wali Allah.
Penafsiran
makna batin dari Al-quran adalah pengetahuan yang berasal dari dunia tak Nampak;
dengan kata lain ia bukan pengetahuan yang bisa diperoleh melalui cara-cara
konvensional. Penafsiran sesungguhya hanya bisa diperoleh dari karunia Allah
swt. Al-quran menyatakan;
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ
الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ
مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا
تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ
تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا
بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Dia-lah
yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
(As. Ali Imran: 7)
Penutup
Allah sajalah yang
berhak memilih seseorang sebagai guru umat manusia dan pembimbing ummat, untuk
menjelaskan hokum-hukum-Nya, untuk menginterpretasikan masalah-masalah kompleks
dalam Al-quran, dan untuk mempertahankan kebenaran dan mengembangkan
kepribadian ummat. Allah mempercayakan jabatan ini kepada orang istimewa dan
memiliki sifat maksum/mahfudz yang benar-benar unik dalam kualitas
spiritualnya, atribut lahir batinnya serta komunikasi dengan dunia yang
tersembunyi. Orang seperti ini memahami kebenaran batin dari sesuatu dengan
mata batinnya, ia selalu menghadap pada kebenaran dengan cara yang sedemikian
rupa, keyakinannya tidak pernah menyeleweng dan perbuatannya tidak pernah
menyimpang dari jalan yang benar, karena segala sesuatunya atas kehendak Allah
swt. Sehingga guru mursyid adalah orang yang paling mulia dimasanya, yang
paling unggul dari sahabat seangkatannya.
LAMPIRAN
عَلَى
خُلَفَائِى رَحْمَةُ اللهِ قِيْلَ وَمَنْ خُلَفَائُكَ قَالَ الَّذِيْنَ يُحْيُوْنَ
سُنَّتِى وَيُعَلِّمُوْنَهَا عِبَادَ اللهِ
"Semoga rohmat Allah ditetapkan bagi para kholifahku.
Beliau ditanya: siapakah para kholifahmu tuan? Beliau menjawab: mereka adalah
orang-orang yang menghidupkan sunnahku dan mengajarkannya kepada hamba-hamba
Allah."[1]
تَنَقَّلَ
نُوْرُ الْمُصْطَفَى سَيِّدِ الْبَشَرِ# إِلَى ظَهْرِ آدَمَ كَانَ أَضْوَا مِنَ الْقَمَرِ
"Nur Rosulullah yang terpilih pimpinan manusia, berpindah
kepunggung nabi adam. Nur itu lebih terang dari pada rembulan."[2]
وَاعْلَمْ
أَنَّ مُحَمَّدًا ص م. أَعْطَي جَمِيْعَ اْلأَنْبِيَاءِ وَالرُّسُلِ مَقَامَاتِهِمْ
فِى عَالَمِ اْلأَرْوَاحِ حَتىَّ بَعَثَ بِجِسْمِهِ عَلَيْهِ السَّلاَم وَاتَّبَعْنَاهُ
وَالْتَحَقَ بِهِ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ فِى الْحُكْمِ مَنْ شَاهَدَهُ أَوْ نَزَلَ بَعْدَهُ
"Dan
ketahuilah bahwa Muhammad saw. memberikan kepada semua nabi dan rosul
kedudukan-kedudukan atau derajat-derajat mereka di alam arwah sampai ia diutus
dengan rupa jasadnya (dialam dunia) dan kita mengikutinya. Dan secara hukum
dapat dipertemukan dengan beliau diantara para nabi, orang-orang yang menyaksikan
beliau, atau turun sesudah beliau."[3]
Mudrik
menadzomkan sebagai berikut:
Sapa wonge nemu guru sifat papat
Gandulana poma-poma ingkang kuat
Ingkang dingin
sifat ipun mu'ayyidin
Nguwataken
ing agama kelawan yakin
Ingkang kapindo
sifat ipun zahidin
Ora
jejaluk ing menusa sarta jin
Ingkang kaping telu
sifat ipun musyfikin
Kang
makani ewon-ewon fakir miskin
Kang kaping pat
ru'afa lil mu'minin
Kang
muruki wong bodo sehingga yakin
Mungguh kula iku
abah umar
Ingkang
muruki syahadat ora samar