BANNER

banner kecil

Jumat, 24 Februari 2012

Buku untuk dibaca (berdasarkan penelitian lapangan Jamaah Asy-Syahadatain)


Pembaca ada yang berkeinginan membaca buku yang berasal dari skripsi kami setebal ± 250 halaman yang berjudul:
“Fenomena Pengagungan Dzurriyah Nabi (Studi Kritik dan Living Hadis atas Hadis-Hadis yang Digunakan Jamaah Asy-Syahadatain dalam Risalah KH. Muhammad Khozin).”
A.    Penegasan Istilah
  1. Pengagungan
Pengagungan adalah asal kata dari agung dan mendapat imbuhan pe- -an yang berarti menganggap agung seseorang yang diimplementasikan dengan perbuatan atau tindakan. Sumber-sumber pengagungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah perbuatan atau tindakan seseorang dalam mengekspresikan anggapan bahwa derajat seseorang lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Pengagungan tersebut ditunjukkan untuk segolongan keturunan Rasulullah yang disebut dengan istilah Dzurriyah Nabi.
Pada penelitian ini pelaku pengagungan Dzurriyah Nabi adalah anggota Jamaah Asy-Syahadatain.
  1. Dzurriyah Nabi
Dzurriyah secara bahasa adalah bertemunya keturunan laki-laki atau perempuan.[1] Istilah Dzurriyah Nabi dalam penelitian ini adalah keturunan Rasulullah yang dari anak cucu Ali R.A. dan Fatimah az-Zahrâ.
  1. Kritik Hadis
Kritik hadis adalah sebagaimana yang telah didefinisikan oleh Ibnu Abi Hatim yang telah dikutip oleh M.M. al-A’ẓamî dalam bukunya Hasjim Abbas yaitu upaya menyeleksi antara hadis yang ṣaḥîh dan ḍa’îf dan menerapkan status perawi-perawinya dari segi kepercayaan atau cacat. [2] Kritik hadis dalam judul ini adalah usaha untuk meneliti status beberapa hadis yang peneliti anggap representatif terkait dengan pengagungan Dzurriyah Nabi, baik dari sanad maupun matan, yang terdapat dalam risalah karya KH. Muhammad Khozin.
  1. Living Hadis
Living hadis adalah sebuah penelitian lapangan atas fenomena yang terjadi di masyarakat dalam mengaplikasikan sebuah hadis tertentu.[3] Kaitannya dengan istilah tersebut, Jamaah Asy-Syahadatain di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon Jawa Barat sebagai subyek yang mengimplementasikan hadis pengagungan Dzurriyah Nabi sehingga memunculkan sikap-sikap dan perilaku tertentu.
B.     Rumusan Masalah
  1. Bagaimana otentitas hadis tentang pengagungan Dzurriyah Nabi yang digunakan oleh Jamaah Asy-Syahadatain di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon Jawa Barat dalam risalah karya KH Muhammad Khozin?
2.      Bagaimana sikap dan perilaku Jamaah Asy-Syahadatain di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon Jawa Barat dalam menyikapi dan mengaplikasikan hadis-hadis di atas?
C.    Tujuan Penelitian
  1. Untuk mengetahui otentitas hadis tentang pengagungan Dzurriyah Nabi yang digunakan oleh Jamaah Asy-Syahadatain di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon Jawa Barat dalam risalah karya KH Muhammad Khozin.
  2. Untuk mengetahui sikap dan perilaku Jamaah Asy-Syahadatain di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon Jawa Barat dalam menyikapi dan mengaplikasi hadis-hadis di atas.
Silahkan Hubungi:
081 326 406 330
087 831 323 974
085 641 156 766

Harga dan Ongkos kirim disesuaikan.
(Mohon maaf karena tidak semua tulisan setebal itu kami muat di blog ini)


[1] Muḥammad bin Mukarram bin Manẓûr al-‘Afriqî, op. cit., juz. 4 hlm. 303 Lihat Muḥammad bin Muḥammad bin ‘Abd ar-Razâq az-Zubaidî, op. cit., juz 11, hlm. 368
[2] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqaha’, Teras, Yogyakarta, 2004, hlm. 10
[3] Suryadi, “Dari Living Sunnah ke Living Hadis” dalam Sahiron Syamsuddin, Metode Penelitian Living Qur’an Hadis, Teras, Yogyakarta, 2007, hlm 89

Selasa, 21 Februari 2012

Mengenal Tuntunan Abah Umar (bag. 3)

TUNTUNAN KHUSUS
Tuntunan khusus ini dimaksudkan penulis sebagai gambaran tentang ajaran khusus yang hanya ada pada Jama’ah Asy-Syahadatain dan jarang ditemui di tarekat yang lain.
1)      Dua kalimat syahadat dengan shalawat dibaca tiga kali
Sebagaimana yang penulis terangkan pada pembahasan aqidah. Al-habib Umar menekankan tuntunan aqidah pada pemahaman dan penerapan makna syahadat di didalam kehidupan sehari-hari. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan melanggengkan membaca dua kalimat syahadat disertai dengan shalawat dibaca tiga kali. Cara melanggengkan pembacaan kalimat syahadat ini adalah setiap seusai shalat maktubah sesudah salam.
2)      Tahapan menjadi murid al-habib Umar
Ada 5 tahap untuk menjadi murid al-habib Umar, yaitu sebagai berikut:
a)         Bai’at
Bai’at secara bahasa adalah perjanjian. Allah SWT. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya:  “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (al-Fath: 10)
Bai’at secara hakikat adalah berupa perjanjian setia untuk tetap berisyhad bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah dan menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua laranganNya. Allah SWT. berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya:  “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Mumtahanah: 12)
Pada dasarnya bai’at dibagi menjadi lima:
1-      Bai’at Islam
2-      Bai’at Hijrah
3-      Bai’at Jihad
4-      Bai’at pengangkatan raja
5-      Bai’at Tariqah[1]
Bai’at yang ada dalam jama’ah asy-Syahadatain adalah bai’at seorang guru mursyid kamil dalam hal ini adalah al-habib Umar kepada murid-muridnya untuk melakukan tuntunan seorang guru dalam dzikir, pemikiran dan kepercayaan untuk melakukan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.
Bai’at ini dilakukan dengan cara seorang guru membacakan dua kalimat syahadat, sedangkan murid mengikuti dengan sikap tangan kanan diletakkan di kening dan tangan kiri diletakkan di dada tepat di hati.
b)      Latihan shalat Dhuha dan Tahajud selama 40 hari
Tujuan dari shalat dhuha dan tahajud selama 40 hari adalah sebagai media pelatihan untuk menjalankan sunnah nabi. Selama 40 hari tidak boleh terputus atau tertinggal sama sekali. Jika shalatnya ada yang tertinggal maka harus mengulang mulai dari awal lagi. Al-habib Umar berkata dalam sebuah syair:
Tetepana dhuha tahajud shalat hajat
Pengen sugih selamet dunya akhirat
Artinya: “Jika ingin kaya dan selamat dunia serta akhirat, maka lakukanlah selalu shalat Dhuha, Tahajud dan shalat Hajat.

c)      Membaca shalawat tunjina
Tahap ketiga adalah membaca shalawat tunjina yang redaksinya adalah sebagai berikut:
اللّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلى سَيِّدِنَا وَمَوْلنَا مُحَمَّدٍنِ الَّذِيْ تُنْجِيْنَابِه مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلأَفَاتِ  وَتَقْضِ لَنَابِه جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ  وَ تُطَهِّرُنَابِه مِنْ جَمِيْعِ الشَّيِّئَآتِ  وَتَرْفَعُنَابِه اَعْلى الدَّرَجَاتِ  وَتُبَلِّغُنَابِه اَقْصى الْغَايَاتِ  مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ  وَعَلى الِهِ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَّكَ
Tahapan ini juga dilakukan selama 40 hari dan hari terakhir harus jatuh pada hari dan pasaran kelahiran orang yang melakukannya. Jumlah bilangannya biasanya tergantung guru yang memberi.
d)     Modal
Tahap keempat adalah membaca beberapa wirid yang harus rutin dan mempunyai target. Dinamakan modal, karena jumlah bilangan wirid yang dilaksanakan dari murid dan direkomendasikan oleh guru. Jumlah bilangan bisa mencapai jutaan, bahkan ada yang sampai ratusan juta. Membaca wirid dimulai hari selasa ba’da Asar. Bacaan wirid tersebut adalah:
-          يَاكَفِي يَامُبِيْن يَاكَفِي يَامُغْنِي يَافَتَّاح يَارَزَّاق يَارَحْمن يَارَحِيْم
Wirid ini dibaca ba’da Asar sampai dengan terbenamnya matahari. Jumlah bilangannya tergantung kemampuan pembaca.
-           يَاكَفِي يَامُبِيْن يَاكَفِي يَامُغْنِي
Wirid ini dibaca sesudah terbenamnya matahari sampai Subuh. Jumlah bilangannya juga menurut kemampuan pembaca.
-          يَافَتَّاح يَارَزَّاق يَارَحْمن يَارَحِيْم
Wirid ini dibaca sesudah terbitnya matahari sampai waktu Asar. Jumlah bilangannya juga tergantung pembaca.
e)      Karcis
Tahapan yang terakhir adalah karcis. Bacaan wirid karcis adalah bacaan yang tidak terhitung bilangannya dan tidak terbatas masanya. Bacaan tersebut adalah:              اِنَّا فَتَحْنا لَكَ فَتْحًا مُبِيْنًا dengan jumlah yang terbatas. Setelah dirasa cukup kemudia melanjutkan dengan bacaan:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًا، لِّيَغْفِرَ لَكَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنــْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَ يُتِمَّ نِعْمَتَه‘ عَلَيْكَ وَ يَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُّسْتَقِيْمًا، وَيَنْصُرَكَ اللهُ نَصْرًا عَزِيْزًا، لَقَدْ جَآءَ كُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتــُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ، فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لآَ اِلهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ،رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ اَمْرِيْ وَ احْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ يَفْقَه‘  قَوْلِيْ 3×
3)      Tawasul
Tawasul secara etimologi adalah mashdar dari kata tawassala – yatawassatu – tawassulan  yang berarti mengambil perantara (wasilah). Sedangkan secara terminologi adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan menggunakan wasilah (perantara).[2] Al-wasilah (perantara) adalah tempat yang dekat di sisi Allah. Rasulullah saw. bersabda:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ  [3]
Allah SWT. memerintahkan untuk bertawasul sebagaimana firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (al-Maidah: 35)
Konsep tawasul yang diajarkan oleh al-habib Umar kepada Jama’ah Asy-Syahadatain adalah dengan kita senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan perantara (wasilah).
Perantara yang dimaksud adalah para Rasul, Nabi, Malaikat, Auliya (para wali) dan orang-orang shalih. Orang-orang yang dijadikan perantara di antaranya adalah: para Rasul dan Nabi yang berjumlah 25, para Malaikat yang berjumlah 10, Rasulullah dan ahl al-bait yaitu Siti Khadijah, Siti Fathimah, Sy. Ali, Hasan, dan Husain, para Aulia dan orang shalih seperti al-habib Umar, Siti Qurasyin, Nyai Lodaya, Fathimah Gandasari, Syarif Hidayatullah, Syaikh Dzatul Kahfi, Kuwu Sangkan, Endang Gelis, Rarasantang, Syaikh Abdurrahman, Syaikh Magelung, Hasanuddin, Sayyid Husain, Sayyid Utsman, Raden Fatah, Syaikh Rumajang, Syaikh Bentong, Syaikh al-Hadi, Syaikh al-Alim, Syaikh al-Khabir, Syaikh al-Mubin, Syaikh al-Wali, Syaikh al-Hamid, Syaikh al-Qawim, Syaikh al-Hafidh.
Praktik bertawasul yang dilakukan oleh jama’ah asy-Syahadatain adalah dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an tertentu, dzikir-dzikir tertentu dan doa-doa tertentu yang telah diajarkan oleh al-habib Umar. Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca adalah al-Fatihah, as-Shaf 13, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas, sebagian al-Fath, at-Taubah 128-129, Thaha 25-28, ayat Kursi, al-Qadr, al-Fil, dll. Di antara doa-doa yang dibaca adalah dua kalimat Syahadat, Shalawat, Syahadat payung, shalawat tunjina (munjiyat), doa surat al-Fil, shalawat nuril anwar, dll. Di antara dzikir yang dibaca adalah sebagian istighfar, asma’ul husna, dll.
Pelaksanaan tawasul biasanya dilaksanakan secara berjama’ah dengan keadaan melingkar dan dibentangkan ditengah-tengah kain putih. Sedangkan waktu pelaksanaan tawasul berbeda-beda sesuai dengan tuntunan. Ada yang dilaksanakan setiap pagi hari pada nishfu al-lail, ada yang dilaksanakan seminggu sekali dan ada yang dilaksanakan selapan sekali atau 35 hari.
4)      Sorban dan jubah putih
Dalam menjalankan pekerjaan ubudiyah seperti shalat, dzikir dan lain sebagainya, jama’ah asy-Syahadatain memakai jubah dan sorban yang berwarna putih. Hal ini disandarkan kepada Rasullah saw. bahwa Rasulullah setiap shalat memakai pakaian putih dan bersorbanan. Dan Rasulullah memerintahkan untuk meniru semua hal yang ada dalam shalat Rasulullah baik gerakan, ucapan maupun pakaian. Rasulullah saw. bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى[4]
Oleh karena itu Allah SWT. memerintahkan untuk memakai pakaian yang baik ketika hendak masuk masjid:
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (al-A’raf: 31)
Ummu Salamah meriwayatkan bahwa pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah adalah gamis.[5] Dalam masalah sorban (al-ama’im) Rasulullah membandingkan perbedaan antara orang Islam dan Musyrik adalah sorban atas qalansuah (peci):
فَرْقُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ الْعَمَائِمُ عَلَى الْقَلاَنِسِ[6]
Dalam hal pakaian yang serba putih mereka menyandarkan kepada sabda Rasulullah saw:
الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ وَإِنَّ خَيْرَ أَكْحَالِكُمُ الإِثْمِدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ[7]
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda:
الْبَسُوا ثِيَابَ الْبَيَاضِ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ[8]
5)      Al-aurad harian
Al-aurad adalah jama’ dari kata al-wirdu yang artinya wirid. Wirid ini berupa doa-doa syar’i yang telah diperintahkan oleh Allah melewati Rasulullah. Ini berarti semua wirid yang dibaca dan diajarkan oleh al-habib Umar mempunyai dasar hukum. Aurad ini dibaca setiap kali setelah shalat maktubah, shalat dhuha, shalat tahajud dan shalat sunnah yang lain.



[1] Sa’idur Rahman an-Nayrahi, al-Habl al-Matin fi Ittiba’ as-Salaf as-Shalihin, Ihlas Vakfi, Istambul, tp. Th., hlm. 8
[2] Muhammad bin Mukarram bin Mandhur al-Afriqi, Lisan al-’Arab, Dar aṣ-Sadir, Beirut, t.th, juz 11, hlm. 724
[3] Muhammad bin Isma'il al-Bukhari, Al-Maktabah As-Salafiyah, Cairo, t. th, juz 1 hlm. 222
[4] Ibid., juz 3 hlm. 69
[5] Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sajastani, Sunan Abi Dawud, Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut, tp. Th., juz 4 hlm. 76
[6] Ibid, juz 4 hlm. 95
[7] Ibid, juz 4 hlm. 9
[8] Muhammad bin Yazid bin Majah, Sunan Ibnu Majah, Dar al-Fikr, Beirut, tp. Th., juz 2 hlm. 1187

Senin, 20 Februari 2012

Mengenal Tuntunan Abah Umar (bag. 2)


TUNTUNAN SYARI'AT
Tuntunan mengenai syari’ah, al-habib Umar memerintahkan kepada muridnya untuk melaksanakan syari’at Islam sesuai dengan paham ahl as-sunnah wa al-jama’ah yang mengikuti madzhab empat, yaitu Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanbali. Oleh karena itu beliau menyebutkan sumber hukum syari’at adalah empat sebagaimana konsep paham ahl as-sunnah wa al-jama’ah, yaitu al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Beliau bersyair:
Qur’an Hadits Ijma’ Qiyas sumberane
kanggo ngatus badan kula neng donyane
Artinya:           “al-Qur’an, hadis, Ijma’ dan Qiyas adalah sumber ajaran Islam, untuk mengatur badan kita di dunia”.

TUNTUNAN AKHLAK
Dalam risalah yang berjudul al-khulashah min maqashid tharîqah as-syahadah karya KH. Asy’ari yang merupakan salah satu murid al-habîb Umar dijelaskan mengenai akhlak yang diajarkan oleh al-habîb Umar. Beliau membuka wacana dalam risalah tersebut dengan firman Allah SWT.:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya :          Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (al-Hujurat: 13)
Beliau (KH. Asy’ari) menggambarkan bahwa salah satu tujuan dari tharîqah as-syahadat (tharîqah as-syahadatain) adalah taqwa kepada Allah atas sebgala perintahnya dan berakhlak mulia. Karena ujung dari kita bermu’amalah dengan Allah maupun dengan sesama baik dan tidaknya berawal dari akhlak kita. Jika kita berbudipekerti mulia maka kita akan selalu dekat dengan Allah dan akan selalu dekat dengan manusia. Sebaliknya jika kita berakhlak madzmumah (tercela), maka kita akan jauh dari Allah dan begitu juga jauh dari manusia.[1]
Al-habîb Umar bersyair:
Bersenana ati kang banget kotore
ujub riya tama’ hasud takabbure
Artinya:           “Bersihkan hati yang sangat kotor akibat ujub, riya, thama’, hasud dan takabbur”.



[1] Buku “al-khulashah min maqashid thariqah as-syahadah”, karya KH. Asy’ari Brebes sudah diterjemahkan oleh penulis dan telah diberikan tambahan penjelasan yang representative. Insya Allah dalam jarak dekat akan dipublikasikan. Mohon doa restu dan dukungannya.