Ya Allah gusti kula nyuhun bisa dodok # Supayaha kula bisa shalat Isyraq (nadham Abah Umar)
"ya Allah Tuhan, saya mohon bisa duduk, supaaya aku bisa melaksanakan shalat Isyraq"
Begitu pentingnya shalat Isyraq sebagai salah satu tuntunan al-Habib Umar bin Yahya karena shalat Isyraq merupakan simbol syukurnya kita kepada Allah atas bersinarnya mentari pagi pada hari itu. Para Ulama berbeda pendapat mengenai shalat Isyraq. Sebagian mengatakan shalat Isyrak tidak adalah shalat Dhuha dan sebagian lagi mengatakan shalat Isyraq adalah shalat yang mengawali shalat Dhuhu.
Al-Imam la-Ghazali dan Ihya’nya berpendapat bahwa shalat Isyraq merupakan awalan shalat dua rakaat ketika diwaktu isyraq yaitu waktu matahari membentang dan terbit kurang lebih setengah rumh / tombak. (Ihya’ Ulum ad-Din, juz 1 hlm. 337)
Dengan demikian inilah yang dimaksud Allah sebagaimana ayat:
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ
“Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama Dia (Daud) di waktu petang dan pagi, (shad: 18)”
Syaikh Zakariya al-Anshari menegaskan bahwa shalat Isyraq merupakan dua rakaat sesudah munculnya matahari dan keluarnya dari waktu yang dimakruhkan untuk shalat. Inilah yang dimaksud dalam surat tersebut (Shad: 18). Shalat ini bukanlah shalat Dhuha, tetapi al-Hakim berpendapat lain. Beliau menceritakan dalam Mustadraknya dari Ibnu Abbas shalat Isyraq adalah shalat Awwabin yaitu shalat Dhuha. Hal ini didasarkan kepada hadits “Tidaklah orang menjaga shalat Dhuha kecuali dia bertaubat. Shalat tersebut adalah shalat al-Awwabin”. (Asna al-Mathalib Syarh Raudla at-Thalib, juz 3 hlm. 214).
Namun dalam kesempatan lain penulis menemukan hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Mustadraknya bahwa Ibnu Abbas mengatakan bahwa shalat Dhuha dengan shalat Isyraq berbeda sebagaimana dalam hadits:
Bercerita kepada kami Abu al-Abbas Muhammad bin Ya’qub dan Abu al-Fadl bin Ya’qub al-Adl berkata: bercerita kepada kami Yahya bin Abi Thalib, bercerita kepada kami Abdul Wahab bin Atha’, menceritakan kepada kami Sa’id bin Abi Arubah dari Ayyub bin Shafyan dari Abdullah bin al-Harits:
“suatu ketika Ibnu Abbas tidak shalat Dhuha sehingga kami masuk (berkunjung ke rumah) Ummi Hani’. Aku berkata kepadanya: ‘Sampaikan kepada Ibnu Abbas tentang apa yang engkau kabarkan kepada kami. Kemudian Ummi Hani’ berkata: “suatu ketika Rasulullah masuk ke rumah kami. Kemudian shlata Dhuha delapan rakaat.” Kemudian Ibnu Abbas keluar sambil berkata: “Sungguh aku telah membaca al-Lauhain, dan aku tidak tahu shalat Isyraq kecuali pada saat yusabbihna bi al-Asyiyyi wa al-isyraq (mereka bertasbih diwaktu petang dan pagi hari). Kemudian Ibnu Abbas berkata: “Inilah shalat Isyraq”. (al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, juz 4 hlm. 59)
Hadits tersebut menunjukkan bahwa shalat yang dimaksud pada waktu itu bukanlah shalat Dhuha akan tetapi shalat Isyraq. Dengan demikian shalat Isyraq mempunyai ketentuan dilaksanakan sebelum shalat Dhuha dan waktunya adalah bersamaan dengan keluarnya matahari sekedar setengah tombak.
Dalam kitab Nihayah az-Zain, Syaikh Nawawi al-Jawi menganjur untuk membaca surat Ad-Dhuha sesudah al-Fatihah pada rakaat pertama dan surat al-Insyirah (as-Syarh) pada rakaat kedua. Kemudian setelah salam membaca doa:
اللهم يا نور النور بالطور وكتاب مسطور في رق منشور والبيت المعمور أسألك أن ترزقني نورا أستهدي به إليك وأدل به عليك ويصحبني في حياتي وبعد الانتقال من ظلام مشكاتي وأسألك بالشمس وضحاها ونفس ما سواها أن تجعل شمس معرفتك مشرقة بي لا يحجبها غيم الأوهام ولا يعتريها كسوف قمر الواحدية عند التمام بل أدم لها الإشراق والظهور على ممر الأيام والدهور وصل اللهم على سيدنا محمد خاتم الأنبياء والمرسلين والحمد لله رب العالمين اللهم اغفر لنا ولوالدينا ولإخواننا في الله أحياء وأمواتا أجمعين
(Nihayah az-Zian, juz 1 hlm. 103)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar