Sebagaimana yang kita ketahui tentang maksud dan tujuan “Ruwahan” yang semarak di Indonesia terlebih di pulau Jawa, ritual dan prosesi perayaan “Ruwahan” juga mengandung simbol-simbol yang mempunyai maksud dan tujuan. Grand concept (ide utama) dalam pelaksanaan “Ruwahan” tercermin dalam sebuah hadits:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من عظم شعبان واتقى الله تعالى وعمل بطاعته وامسك نفسه عن المعصية, غفر الله تعالى ذنوبه وامنه من كل ما يكون فى تلك السنة من البلايا والامراض كلها
Rasulullah SAW. bersabda: “Siapa yang mengagungkan bulan Sya’ban, bertakwa kepada Allah, mengerjakan ketaatan kepada Allah dan menjaga diri dari maksiat, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memberikan keamanan kepadanya dari setiap cobaan dan sakit yang akan ia hadapi”.
Sungguh anugrah penawaran yang baik untuk kita kerjakan di bulan yang dimulyakan Allah tersebut. Semarak mengadakan kegiatan silaturahim yang dikemas dengan tawasul akbar yang diadakan setiap tahun oleh Jama’ah Asy-Syahadatain di Kudus, Demak dan sekitarnya, yang kemudian disentralkan di Masjid Agung Demak merupakan sebuah konsep acara yang didesign untuk mengagungkan bulan Sya’ban. Selain itu doa bersama melalui mekanisme tawasul akbar merupakan cerminan bahwa yang melaksanakannya adalah orang yang takwa kepada Allah dan melakukan berbuatan yang diperintah Allah sebagaimana dalam sebuah ayat:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (المؤمن: 60)
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina". (QS. Al-Mu’min: 60)
Dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa konsep acara tersebut adalah murni ketakwaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Maka penawaran atas perbuatan tersebut dibayar mahal oleh Allah dengan harapan Allah akan mengampuni dosa-dosa kita dan Allah akan memberikan keamanan dari setiap cobaan dan sakit yang akan kita hadapi dan setahun ini.
Sapa wonge ngagungaken wulan Sya’ban # Lan taqwa tur amal taat ning Pengeran
Nahan nafsu sing ngelakoni maksiat # Allah ngapura lan maringi selamat
Dalam tahun iku Allah paring aman # Saking pancabaya lan penyakit badan
(Kitab catatan nadzom KH. Abdul Rasyid Wanantara, hal. 19)
Ahad malam Senin tanggal 17 Juli 2011 tamu yang dari berbagai penjuru daerah, kabupaten dan luar propinsi berdatangan ke Masjid al-Fattah Hidyatullah Mejobo Kudus untuk silaturahim dan mempersiapkan menapak tilas perjalanan Abah Umar di Masjid Agung Demak. Sejak Maghrib Jama’ah sudah berdatangan untuk mengikuti acara tawasul akbar yang diadakan oleh Jama’ah Asy-Syahadatain Kudus setiap tahunnya selain acara di Masjid Agung Demak. Sekitar ratusan orang ikut dalam kegiatan tersebut. Sebagai pembicara dalam pengajian setelah tawasul adalah al-Habib Abdurrahman bin Umar bin Isma’il bin Ahmad bin Yahya. Beliau adalah salah satu putera Abah Umar yang saat ini secara demokrasi diamanahi sebagai ketua Organisasi Kemasyarakatan Dewan Pimpinan Pusat Jama’ah Asy-Syahadatain Indonesia.
Di dalam uraian hikmah yang beliau sampaikan, beliau mengambil tajuk “Sentralisasi Tuntunan Jama’ah Asy-Syahadatain”. Saat ini yang sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa Abah Umar memberikan tuntunan aurad atau wirid yang berbeda-beda pada masing-masing daerah. Seperti Panguragan wiridnya berbeda dengan Munjul, Munjul berbeda dengan Wanantara, Wanantara berbeda dengan Kebon Danas, Kebon Danas berbeda dengan Kudus dan seterusnya. Kita tidak bisa menggarisbawahi apakah ini murni dari Abah Umar atau Ijtihad masing-masing daerah, namun kalau itu terbukti bahwa masing-masing aurad sah, maka itu sah untuk kita gunakan.
Yang menjadi perhatian kita seharusnya bukan pada perbedaan aurad, akan tetapi pada persamaan prinsip. Karena kita harus meyakini bahwa berbedaan itu hanya Abah Umar yang tau maksud dan tujuannya. Kita juga harus mengembalikan kepada teks awal yaitu yang kita istilahkan dengan aurad standar yang saat ini digunakan di Panguragan. Janganlah kita mengurangi juga janganlah kita menambahi, karena apabila itu tidak diridlai Abah Umar sebagai creator, maka Abah Umar tidak bertanggungjawab adanya.
Janganlah pula perbedaan tersebut yang kita ributkan selama ini, sehingga perbedaan tersebut akan menghancurkan kebersamaan kita. sebagaimana contoh, tidak ikut tawasul gara-gara berbeda, tidak ikut ngaji gara-gara beda, tidak ke masjid gara-gara beda, tidak ikut jama’ah gara-gara beda, dan seterusnya. Pesan akhir yang disampaikan al-Habib Abdurrahman yang sering disapa dengan Abah Amang dalam penutupan tausiahnya bahwa “Marilah kita kembalikan ke Tuntunan Abah Umar”. Beliau mengambil konsep dari sebuah ayat al-Qur’an tentang mengembalikan ke pokok tuntunannya apabila terjadi pertentangan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (النساء: 59)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’: 59)
Karena yang kita pertentangkan adalah tuntunan Abah Umar maka kita kembalikanlah kepada guru kita yaitu Abah Umar bin Isma’il bin Ahmad bin Yahya.
Hai sedulur lanang wadon enom tua # Maring kang bagus sira pada lurua
Hai sedulur lanang wadon enom tua # Maring kang bagus sira pada lurua
Sapa ngaji ora gampang kena bujuk # Merga olih keterangan lan petunjuk
Cekalane umat ipun gusti Rasul # Qur’an Hadits Ijma’ Qiyas aja ucul
Kitab-kitab ingkang dipun lampahaken # Ahli Sunnah wal Jama’ah mulangaken
(Kitab catatan nadzom KH. Abdul Rasyid Wanantara, hal. 20)
Wallahu A’lam…